Pages

Sabtu, 18 Juni 2011

Dampak Perubahan Iklim Terhadap Ketinggian Muka Laut Di Wilayah Banjarmasin

Perubahan iklim sebagai implikasi pemanasan global, yang disebabkan oleh kenaikan gas-gas rumah kaca terutama karbondioksida (CO2) dan metana (CH4), mengakibatkan dua hal utama yang terjadi di lapisan atmosfer paling bawah, yaitu fluktuasi curah hujan yang tinggi dan kenaikan muka laut. Sebagai negara kepulauan, Indonesia paling rentan terhadap kenaikan muka laut. Telah dilakukan proyeksi kenaikan muka laut untuk wilayah Indonesia, hingga tahun 2100, diperkirakan adanya kenaikan muka laut hingga 1.1 m yang yang berdampak pada hilangnya daerah pantai dan pulau-pulau kecil seluas 90.260 km2.

Kota Banjarmasin sebagai ibu kota dari Kalimantan Selatan dengan luas daratan 72 km2 dan datarannya yang rendah serta dilalui oleh sungai Barito yang menjadi jalur menuju laut Jawa, juga memiliki tingkat kerawanan terhadap kenaikan muka laut yang cukup tinggi. Proyeksi kenaikan muka laut di wilayah Banjarmasin telah dilakukan untuk tahun 2010, 2050 dan 2100. Tinggi muka laut menurut proyeksi tersebut diantaranya adalah mencapai ketinggian 0.37 m untuk tahun 2010, 0.48 m untuk tahun 2050, dan 0.934 untuk tahun 2100.

Dengan melihat proyeksi kenaikan muka laut untuk beberapa tahun mendatang, maka dampak yang akan ditimbulkan pun dapat diperkirakan. Diantara dampak-dampak tersebut adalah tergenangnya air di wilayah Banjarmasin yang mengakibatkan rusaknya beberapa sarana dan prasarana yang menjadi media pembangunan di sektor perekonomian di wilayah tersebut.

I. PENDAHULUAN
Perubahan iklim global sebagai implikasi dari pemanasan global telah mengakibatkan ketidakstabilan atmosfer di lapisan bawah terutama yang dekat dengan permukaan bumi. Pemanasan global ini disebabkan oleh meningkatnya gas-gas rumah kaca yang dominan ditimbulkan oleh industri-industri. Gas-gas rumah kaca yang meningkat ini menimbulkan efek pemantulan dan penyerapan terhadap gelombang panjang yang bersifat panas (inframerah) yang diemisikan oleh permukaan bumi kembali ke permukaan bumi.

Pengamatan temperatur global sejak abad 19 menunjukkan adanya perubahan rata-rata temperatur yang menjadi indikator adanya perubahan iklim. Perubahan temperatur global ini ditunjukkan dengan naiknya rata-rata temperatur hingga 0.74oC antara tahun 1906 hingga tahun 2005.

Temperatur rata-rata global ini diproyeksikan akan terus meningkat sekitar 1.8-4.0oC di abad sekarang ini, dan bahkan menurut kajian lain dalam IPCC diproyeksikan berkisar antara 1.1-6.4oC.
Jurnal Ekonomi Lingkungan Vol.12/No.2/2008
Gambar 1. Perubahan temperatur di Indonesia untuk tahun 1950 – 2100
(Susandi, 2004)
Perubahan temperatur atmosfer menyebabkan kondisi fisis atmosfer kian tak stabil dan menimbulkan terjadinya anomali-anomali terhadap parameter cuaca yang berlangsung lama. Dalam jangka panjang anomali-anomali parameter cuaca tersebut akan menyebabkan terjadinya perubahan iklim.
Dampak-dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim tersebut diantaranya adalah :
• Semakin banyak penyakit (Tifus, Malaria, Demam, dll.)
• Meningkatnya frekuensi bencana alam/cuaca ekstrim (tanah longsor, banjir, kekeringan, badai tropis, dll.)
• Mengancam ketersediaan air
• Mengakibatkan pergeseran musim dan perubahan pola hujan
• Menurunkan produktivitas pertanian
• Peningkatan temperatur akan mengakibatkan kebakaran hutan
• Mengancam biodiversitas dan keanekaragaman hayati
• Kenaikan muka laut menyebabkan banjir permanen dan kerusakan infrastruktur di daerah pantai
Terdapat dua dampak yang menjadi isu utama berkenaan dengan perubahan iklim, yaitu fluktuasi curah hujan yang tinggi dan kenaikan muka laut yang menyebabkan tergenangnya air di wilayah daratan dekat pantai. Dampak lain yang diakibatkan oleh naiknya muka laut adalah erosi pantai, berkurangnya salinitas air laut, menurunnya kualitas air permukaan, dan meningkatnya resiko banjir.

II. DATA DAN METODOLOGI
a. Data
Data yang digunakan dalam membangun model kenaikan muka laut (Sea Level Rise) adalah data DEM SRTM90m (Shuttle Radar Topographic Mission). Data DEM (Digital Elevation Model) ini adalah representasi digital dari topografi permukaan atau terrain (Ustun, 2006; Ling et al, 2005; Nghiem, 2000).
Selain itu, data keluaran Kenaikan Muka Laut dari Skenario B2 AIM dengan Skenario Kebijakan A1B AIM juga digunakan. Data tersebut selanjutnya dikalibrasi dengan menggunakan data Time Series Ketinggian Muka Laut yang dikeluarkan oleh TOPEX dan JASON yang dapat diambil secara gratis dari http://sealevel.colorado.edu/. Panjang data time series untuk keluaran skenario perubahan iklim adalah dari tahun 1990 hingga tahun 2100. Sedangkan data dari TOPEX dan JASON adalah tahun 1992 hingga tahun 2005.
b. Metodologi
Ada dua tahap utama dalam melakukan penelitian ini, yaitu menjalankan model perubahan iklim berdasarkan skenario B2AIM dan kemudian mengolah data SRTM menjadi DEM menggunakan teknik penginderaan jauh.
Jurnal Ekonomi Lingkungan Vol.12/No.2/2008
MAGICC/SCENGEN
Untuk mengidentifikasi dampak pemanasan global, IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change), digunakan beberapa pendekatan misalnya: prediksi, pemodelan, dan skenario. Skenario digunakan untuk menggambarkan dampak yang akan terjadi jika asumsi tertentu digunakan. Secara dasar IPCC memilki 2 skenario utama (IPCC, 2001), yaitu skenario optimis dan skenario pesimis. Karena dua skenario tersebut, maka terdapat dua asumsi utama:
• Emisi CO2 akan terus meningkat, menjadi dua kali di tahun 2030, dan meningkatnya populasi dunia juga akan meningkatkan emisi dinitrooksida dan metana.
• Spesifikasi untuk setiap skenario.
Skenario B2 digunakan dalam penelitian ini, skenario B2 merupakan efek perubahan iklim untuk kondisi lokal. Skenario ini dipilih karena dipertimbangkan berkenaan dengan kondisi lokal daerah-daerah di Indonesia pada saat ini, yaitu pertumbuhan ekonomi menengah, perkembangan teknologi yang rendah, dan aktivitas yang berhubungan dengan ekonomi, sosial dan kondisi stabilitas lingkungan.
Pengolahan Data DEM
Data SRTM90m yang dirilis oleh NASA digunakan sebagai data DEM, tetapi data DEM merupakan data DEM Daratan, sementara data DEM Lautan belum dibuat. Oleh karena itu, data DEM untuk lautan di daerah Indonesia harus dibuat dari data TOPEX dan JASON.
Setelah model DEM untuk daratan dan lautan diperoleh, selanjutnya adalah tahap memasukkan data output SLR dari MAGICC/SCENGEN untuk persamaan DEM lautan yang sudah dibuat. Sesudah itu, DEM lautan dan daratan diambil untuk tahun 2010, 2050, dan 2100.
Sehingga secara mudahnya, persamaan utama untuk menunjukkan SLR adalah sebagai berikut :
DEMe = DEMl – DEMo
dengan :
DEMa : DEM end (m)
DEMl : DEM land (m)
DEM0 : DEM ocean (m)
Asumsi yang digunakan untuk memperlihatkan model ini adalah :
• Tidak ada subsidensi daratan.
• Fluktuasi ketinggian muka laut dianggap statis setiap tahun.
• Tidak ada perubahan topografi ekstrim (misalnya letuan gunung berapi) hingga tahun 2100.
Perhitungan Ekonomi
Pada paper ini, perhitungan ekonomi dari dampak kenaikan muka laut akan dilakukan dengan metode yang dikembangkan oleh Darwin dan Tol pada tahun 2001. Perhitungan ekonomi dilakukan berdasarkan nilai lahan yang tergenang air laut, dimana nilai lahan dihitung dari persamaan berikut : (1)
Nilai lahan untuk setiap negara akan berbeda-beda berdasarkan GDP/Kapita, untuk daerah Banjarmasin yang akan digunakan adalah GDP/Kapita Banjarmasin dan proyeksi GDP akan diturunkan dari proyeksi GDP Indonesia menurut Skenario B2 IPCC (Susandi, 2004).
Jurnal Ekonomi Lingkungan Vol.12/No.2/2008
Gambar 2. Diagram Alir Metodologi
Jurnal Ekonomi Lingkungan Vol.12/No.2/2008
III. HASIL
Beberapa peta spasial proyeksi kenaikan muka laut untuk tahun 2010, 2050, dan 2100 ditunjukkan pada gambar-gambar berikut :
Gambar 3. Kenaikan muka laut Banjarmasin tahun 2010
Gambar 4. Kenaikan muka laut Banjarmasin tahun 2050
Jurnal Ekonomi Lingkungan Vol.12/No.2/2008
Gambar 5. Kenaikan muka laut Banjarmasin tahun 2100
Ketiga gambar tersebut di atas, yaitu Gambar 3, 4, dan 5 menunjukkan genangan air yang diakibatkan oleh kenaikan muka laut hingga tahun 2100. Beberapa kecamatan di Banjarmasin mengalami dampak dari kenaikan muka laut tersebut. Diantaranya adalah kecamatan Banjarmasin Tengah, Banjarmasin Utara, Banjarmasin Barat, dan Banjarmasin Selatan.
Daratan yang hilang karena terendam air dapat dilihat melalui Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Luas daratan Banjarmasin yang hilang karena kenaikan muka laut
Tahun
Luas daratan yang hilang (km2)
2010
0.530
2050
1.039
2100
2.581
IV. ANALISIS
Berkenaan dengan proyeksi kenaikan muka laut, telah dilakukan penelitian sebelumnya, yaitu proyeksi kenaikan muka laut untuk wilayah Indonesia. Hasil proyeksi tersebut menunjukkan wilayah Indonesia mengalami kehilangan daratan-daratan akibat kenaikan muka laut. Jika diambil hasil proyeksi untuk tahun 2010, 2050, dan 2100 dengan luas daratan yang hilang secara berturut-turut seluas 7408 km2, 30120 km2, dan 90260 km2 (Susandi, dkk., 2008), maka sekitar 0.03% luas daratan yang hilang tersebut adalah bagian dari daratan Banjarmasin.
Daratan yang hilang di wilayah Banjarmasin ini diakibatkan karena sungai Barito yang mengalir di antara Kota Kalimantan dan Kabupaten Barito Kuala mendapatkan massa air kiriman dari laut Jawa. Permukaan sungai Barito menjadi naik sebagai akibat kenaikan muka laut di laut Jawa karena perubahan iklim. Banjir yang terjadi disebabkan karena daratan Banjarmasin yang rendah, sehingga permukaan air sungai Barito yang lebih tinggi menyebabkan meluapnya air ke daratan.
Analisis Dampak Kenaikan Muka Laut terhadap Kehidupan Sosial dan Ekonomi
Jurnal Ekonomi Lingkungan Vol.12/No.2/2008
Daratan Banjarmasin yang hilang karena kenaikan muka laut menurut proyeksi yang dilakukan akan berdampak juga pada beberapa sektor perekonomian di Banjarmasin. Estimasi dampak sosial dan ekonomi yang terjadi sebagai akibat dari genangan air di Banjarmasin adalah :
• Terganggunya lalu lintas jalan raya.
• Munculnya genangan-genangan air di wilayah perkotaan.
• Berkurangnya lahan-lahan produktif di sektor pertanian.
• Bekunya aktifitas-aktifitas industri dan bisnis diakibatkan kerusakan/terganggunya infrastruktur-infrastruktur.
Hasil perhitungan proyeksi kerugian ekonomi dari ditunjukkan dalam tabel berikut:
Tabel 2. Proyeksi Kerugian Ekonomi dari Lahan akibat Kenaikan Muka Laut di Banjarmasin
Tahun
Luas Areal yang Tergenang
(km2)
Kerugian Ekonomi dari Lahan
(106$)
2010
0.530
0.03
2050
1.039
0.14
2100
2.581
0.69
Dari Tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa pada tahun 2100 dengan luas daerah yang tergenang sebesar 2.581 km2 kerugian ekonomi lahan diproyeksikan mencapai 0.69 juta dollar. Selain kerugian ekonomi lahan, tergenangnya lahan akibat kenaikan muka laut juga akan menyebabkan banyaknya pengungsian dari daerah sekitar sungai. Diperkirakan sebanyak 40.720 jiwa penduduk Banjarmasin harus diungsikan ke daerah yang lebih tinggi (lihat Tabel 3).
Tabel 3. Proyeksi Jumlah Pengungsi akibat Kenaikan Muka Laut
Tahun
Kepadatan Penduduk Rata-Rata
Pengungsi
2010
9,670
5,125
2050
13,002
13,509
2100
15,602
40,270
Melihat berbagai dampak kenaikan muka laut di Banjarmasin dan kerugian ekonomi yang disebabkannya, maka banyak sekali tindakan-tindakan yang perlu dilakukan baik oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah Banjarmasin maupun masyarakat lokal. Kegiatan adaptasi terhadap kenaikan muka laut seperti pembuatan tanggul di pinggir Sungai Barito, relokasi penduduk di sekitar sungai ke daerah yang lebih tinggi serta pembangunan rumah panggung merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak kenaikan muka laut di Banjarmasin.
V. KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan penting dalam kajian proyeksi kenaikan muka laut di Banjarmasin adalah sebagai berikut :
• Kenaikan muka laut diproyeksikan akan terjadi di wilayah Kalimantan Selatan, terutama Banjarmasin dan sekitarnya sebagai implikasi dari perubahan iklim.
• Akibat yang ditimbulkan dari kenaikan muka laut tersebut akan berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Banjarmasin dan sekitarnya.
Jurnal Ekonomi Lingkungan Vol.12/No.2/2008
• Beberapa infrastruktur yang menjadi media pembangunan ekonomi di wilayah Banjarmasin dan sekitarnya akan mengalami kerusakan dan kerugian dari bencana tersebut yang tidak dapat dihindari jika kenaikan muka laut terus berlanjut.
• Tindakan adaptasi dan mitigasi perlu segera dilakukan untuk mengurangi dampak kenaikan muka laut di wilayah Banjarmasin dan sekitarnya.
• Beberapa kegiatan adaptasi yang dapat dilakukan di Banjarmasin adalah pembuatan tanggul di pinggir Sungai Barito, relokasi penduduk di sekitar sungai ke daerah yang lebih tinggi serta pembangunan rumah panggung.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Darwin, R.F. and R.S.J. Tol, ‘Estimates of the Economic Effects of Sea Level Rise’, Environmental and Resource Economics, 19 (2), 113-129, 2001.
IPCC, SRES (Special Reports on Emission Scenarios), 2001.
IPCC (Intergovenrmental Panel on Climate Change), Climate Change 2007 : The Physical Science Basis. Summary for Policy Makers, Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovenrmental Panel on Climate Change. Paris, February 2007. http://www.ipcc.ch/, 2007.
Profil Kota/Kabupaten Banjarmasin, 2003.
Susandi, A, The impact of international greenhouse gas emissions reduction on Indonesia. Report on Earth System Science, Max Planck Institute for Meteorology, Jerman,2004.
Susandi, A., Y. Firdaus dan I. Herlianti. Impact of Climate Change on Indonesian Sea Level Rise with Referente to It’s Socioeconomic Impact. EEPSEA Climate Change Conference, Bali. 2008.
Ustun, Aydin et.al., An Evaluation of SRTM3 Data : Validity, Problems, and Solutions, Selcuk University, 2006.

Atau bisa juga Download

| Free Bussines? |

0 komentar:

Posting Komentar